Minggu, 09 April 2017

Testimoni Psikologi Pendidikan

Testimoni


Diawal saya mendengar tetang Psikologi Pendidikan, saya kira mata kuliah ini hanya akan membahas segala sesuatu yang berkaitan untuk guru dan anak-anak sekolah (TK, SD, SMP, SMA). Ternyata seluruh materi Psikologi Pendidikan ini cakupannya luas, tidak hanya terfokus untuk sekolah saja. Perkuliahan psikologi pendidikan cukup menarik, dosen pengajar menyampaikan materi dengan cara yang mudah dimengerti. Walaupun terkadang bingung karena materi yang dijelaskan sebagian tidak terdapat dibuku cetak, tetapi dosen pengajar membantu dengan memberikan slide mengenai materi yang sedang dipelajari. 
Dimata kuliah psikologi pendidikan saya mendapatkan pengalaman untuk mengobservasi sebuah sekolah mengenai manajemen kelas yaitu SD yang menurut saya merupakan pengalaman baru yang sangat menyenangkan untuk saya. Saya berharap kedepannya saya bisa lebih semangat lagi untuk mempelajari psikologi pendidikan.

Hasil observasi Psikologi Pendidikan

Berikut adalah hasil observasi kelompok 7 di SD NEGERI 067690. Dengan anggota :
1. Reka Irayanti 16-096
2. Iskandar Muda 16-104
3. M. Yoga Asmara 16-116
4.Nazira 16-117
5.Fitri Ramadani 16-139
6.Dian Indah Pratiwi 16-153 
7. Cici Fadhillah 16-155

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah utama dalam upaya mengelola kelas adalah siswa itu sendiri. Artinya pengelolaan kelas dilakukan tidak lain adalah untuk meningkatkan dan mempertahankan gairah siswa dalam belajar baik secara kelompok maupun individual.
Guru sebagai manajer utama di kelas harus memahami bagaimana mengelola kelas yang baik dan efektif. Peran seorang guru dalam pengelolaan kelas sangat penting, khususnya dalam menciptakan suasana pembelajaran yang menarik.
Dalam lingkungan pendidikan, biasanya dikatakan bahwa tidak seorang pun yang memerhatikan manajemen kelas (classroom) yang baik kecuali kelas menjadi ruwet. Ketika kelas dikelola secara efektif, kelas akan berjalan lancar dan murid akan aktif dalam pembelajaran. Ketika kelas dikelola dengan buruk, kelas bisa menjadi kacau dan tidak menarik sebagai tempat belajar.
 Rumusan masalah
Bagaimana profil atau gambaran umum SD Negeri 067690 ?
Bagaimana proses manajemen kelas yang ada di SD Negeri 067690 ?

Tujuan
Untuk mengetahui profil atau gambaran umum SD Negeri 067690.
Untuk mengetahui bagaimana proses manajemen kelas yang ada di SD Negeri 067690.
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan.

Manfaat
Manfaat bagi penulis yang di dapat dari penulisan ini adalah :
Menambah wawasan mengenai manajemen kelas.
Memberikan pengalaman tersendiri setelah melakukan observasi di SD Negeri 067690.
Manfaat bagi orang lain adalah:
Menambah wawasan bagi pembaca lain.





BAB II
PEMBAHASAN
IDENTITAS SEKOLAH
Nama Sekolah : SD Negeri 067690
NPSN : 10209935
Alamat : Jalan Karya Jaya No. 56 Kel. Pangkalan Mansyur, Medan
Akreditasi : A
Uang Sekolah : Dana Boss
Konsep E-learning : Power Point
LANDASAN TEORI

Pengertian Manajemen Kelas

Menurut Ahmad Sulaiman (1995), manajemen kelas adalah segala usaha yang diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai kemampuan.
Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (1988) dalam buku Pengelolaan Kelas dan Siswa, menyebutkan bahwa manajemen kelas adalah usaha yang dilakukan guru untuk membantu menciptakan kondisi belajar yang optimal.

Tujuan Manajemen Kelas
Manajemen kelas yang efektif mempunyai dua tujuan, yakni :
Membantu murid menghabiskan lebih banyak waktu untuk belajar dan mengurangi waktu aktivitas yang tidak diorientasikan pada tujuan. Carol Weinstein (1997) mendeskripsikan jumlah waktu yang tersedia untuk berbagai aktivitas kelas di sekolah menengah biasanya rata-rata 42 menit, waktu belajar tahunan biasanya sekitar 62 jam, yang kira-kira hanya setengah dari waktu yang diwajibkan. Meskipun angka ini hanya perkiraan, angka tersebut menunjukkan bahwa jam yang tersedia untuk pembelajaran kurang dari yang seharusnya. Manajemen kelas yang efektif akan membantu untuk memaksimalkan waktu pengajaran dan belajar.
Mencegah murid mengalami problem akademik dan emosional. Kelas yang dikelola dengan baik akan membuat murid sibuk dengan tugas yang menantang dan memberikan aktivitas dimana murid menjadi kerap terserap kedalamnya dan termotivasi untuk belajar serta memahami aturan dan regulasi yang seharusnya dipatuhi. Dalam kelas seperti itu, kemungkinan murid mengalami masalah emosional dan akademik kecil.

Mendesain Lingkungan Fisik Kelas

Prinsip penataan kelas
Kurangi kepadatan di tempat lalu lalang
Pastikan bahwa anda dapat dengan mudah melihat semua murid
Materi pelajaran dan perlengkapan murid harus mudah di akses
Pastikan murid dapat dengan mudah melihat semua presentasi kelas

Gaya penataan
Penataan kelas standar
Gaya auditorium, semua murid duduk menghadap guru. Penataan ini membatasi murid tatap muka dan guru bebas bergerak ke mana saja. Gaya auditorium sering kali dipakai ketika guru mengajar atau seseorang memberi presentasi di kelas.
Gaya tatap muka (face to face), murid saling mengahadap. Gangguan dari murid-murid akan lebih besar pada susunan ini ketimbang pada susunan auditorial.
Gaya off-set, sejumlah murid duduk di bangku tetapi tidak duduk berhadapan langsung satu sama lain. gangguan dalam gaya ini lebih sedikit ketimbang gaya tatap muka dan efektif untuk kegiatan pembelajaran kooperatif.
Gaya seminar, sejumlah besar murid (10 atau lebih) duduk disusunan berbentuk lingkaran, atau persegi, atau bentuk U. Ini terutama efektif ketika anda ingin agar murid berbicara dengan anda atau bercakap-cakap dengan anda.
Gaya klaster (cluster), sejumlah murid (biasanya 4 sampai 8 anak) bekerja dalam kelompok kecil. Susunan ini terutama efektif untuk aktivita pembelajaran kolaboratif.

Personalisasi kelas
Menurut pakar kelas Carol Weinstein dan Andrew Mignano (1997), kelas sering kali mirip dengan kamar hotel, nyaman tetapi impersonal, tidak mengukapkan apapun tentang orang yang menggunakan ruang itu. Untuk mempersonalisasikan kelas, pasang foto murid, karya seni, tugas, diagram tanggal lahir murid (untuk murid SD), dan ekspresi murid yang positif.

Menciptakan Lingkungan Yang Positif Untuk Pembelajaran

Gaya manjemen kelas
Gaya manajemen kelas otoritatif, berasal dari gaya parenting menurut Diana Baumrind (1971, 1996). Guru yang otoritatif akan mempunyai murid yang cenderung mandiri, tidak cepat puas, mau bekerjasama dengan teman dan menunjukkan perhargaan diri yang tinggi. Strategi manajemen kelas otoritatif akan mendorong murid untuk menjadi pemikir dan pelaku yang independen. Guru yang otoritatif melibatkan murid dalam kerjasama give-and-take dan menunjukkan sikap perhatian kepada mereka.
Gaya manajemen kelas otoritarian, gaya yang restriktif dan punitif. Fokus utamanya adalah menjaga ketertiban di kelas, bukan pada pengajaran dan pembelajaran. Guru otoriter sangat mengekang dan mengontrol murid dan tidak banyak melakukan percakapan dengan mereka. Murid dikelas yang otoritarian ini cenderung pasif, tidak mau membuat inisiatif kreativitas, mengekspresikan kekhawatiran tentang perbandingan sosial, dan memiliki keterampilan komunikasi yang buruk.
Gaya manajemen kelas permisif, memberi banyak otonomi pada murid tapi tidak memberi banyak dukungan untuk pengembangan keahlian pembelajaran atau pengelolaan perilkau mereka. Murid di kelas permisif cenderung punya keahlian akademik yang tidak memadai dan kontrol diri yang rendah.

Mengelola aktivitas kelas secara efektif
Manajer kelas yang efektif :
Menunjukkan seberapa jauh murid “mengikuti”.
Atasi situasi tumpang-tindih secara efektif.
Menjaga kelancaran dan kontinuitas pelajaran.
Libatkan murid dalam berbagai aktivitas yang menantang.

Mengajak murid bekerjasama
Ada tiga strategi untuk mengajak murid bekerjasama dengan guru.
Menjalin hubungan positif dengan murid.
Mengajak murid untuk berbagi dan mengemban tanggung jawab.
Beri hadiah terhadap perilaku yang tepat.
Memilih penguatan yang efektif.
Gunakan prompts dan shaping secara efektif.
Gunakan hadiah untuk memberi informasi tentang penguasaan, bukan untuk mengontrol perilaku murid.

ALAT dan BAHAN OBSERVASI
Kamera Hp
Notes
Pulpen
Permen (3 bungkus)

METODE OBSERVASI
Metode yang digunakan dalam observasi ini adalah:
Wawancara
Kami melakukan wawancara dengan guru dalam masing-masing kelas. Pertanyaan yang kami lontarkan adalah mengenai jumlah murid dalam satu kelas, apa saja yang diajarkan guru serta kemampuan kognitif para murid.
Pengamatan
Pengamatan berlangsung di dalam kelas selama satu jam setengah. Kelas yang diobservasi ialah kelas II-A dan kelas II-B. Dalam pengamatan ini, kami mengamati bagaimana penataan kelas, gaya manajemen kelas, aktivitas kelas secara efektif, dan bagaimana guru dan murid berinteraksi.

SUBJEK PENELITIAN
29 orang murid kelas kelas II-A, 32 orang murid kelas kelas II-B.

 JADWAL PELAKSANAAN OBSERVASI
Berikut merupakan susunan pelaksanaan kegiatan observasi.
No
Kegiatan
Tanggal

1.
Menentukan Sekolah
21 Maret 2017

2.
Mengajukan permohonan izin ke sekolah
21 Maret 2017

3.
Mengajukan permohonan surat izin ke fakultas
27 Maret 2017

4.
Menentukan kegiatan
28 Maret 2017

5.
Pemberian surat izin dari fakultas ke sekolah
30 Maret 2017

6.
Pelaksanaan observasi
31 Maret 2017


HASIL OBSERVASI
Hasil Wawancara
Hasil penelitian yang kami dapat dari wawancara dengan guru kelas, bahwa kemampuan yang dimiliki anak sd kelas II masih berada di tahap belajar membaca, menulis dan melakukan perhitungan yang sederhana.  Hampir seluruh murid di kelas II ini masih mengeja dan tulisan mereka pun belum begitu rapi. Ibu guru juga mengatakan bahwa dari total keseluruhan murid kelas II-A yaitu 29 orang, empat orang diantara mereka merupakan calon yang tidak akan naik ke kelas selanjutnya. Sedangkan guru pada kelas II-B mengatakan bahwa hanya ada satu orang murid yang terancam tidak naik kelas. Menurut guru-guru tersebut, kelima murid tersebut tidak memiliki kriteria untuk naik kelas. Kriteria murid yang dimaksud ialah minimal dapat membaca dan menulis, namun kelima anak tersebut kurang dalam hal membaca dan menulis sehingga terancam tidak naik kelas. Orang tua dari kelima murid tersebut akan diminta datang dan diberi tahu mengenai anaknya masing-masing sebelum ditentukan naik atau tidak ke tingkat yang lebih tinggi.
Hasil Pengamatan
Pada satu ruang kelas digunakan untuk dua tingkat kelas SD yaitu kelas II dan kelas III. Kelas yang kami amati ialah kelas II-A dan II-B. Kami mengamati gaya penataan kelas, kedua kelas yang diamati menggunakan gaya klaster (cluster). Murid belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 6 anak. Dimana tidak ada perbedaan yang diberikan, maksudnya ialah didalam satu kelompok belajar terdiri dari murid perempuan dan laki-laki. Untuk personalisasi kelas, dinding ruang kelas sudah dipenuhi dengan gambar-gambar seperti hewan, tumbuhan, foto presiden dan mantan presiden, sayuran, media elektronik yang memberikan pengetahuan baru bagi para murid. Dalam kedua kelas tersebut tidak ada perbedaan dalam penataan kelas. Susunan gaya klaster (cluster) efektif untuk aktivitas pembelajaran kolaboratif.

Dalam gaya manajemen kelas, guru yang mengajar di kelas II-A ini lebih mengarah ke gaya manajemen kelas otoritarian. Gaya manajemen kelas otoritarian adalah gaya yang restriktif dan punitif. Fokus utamanya adalah cenderung menjaga ketertiban di kelas.  Gaya manajemen kelas otoritarian ini tidak dilaksanakan setiap waktu, terkadang beliau juga melibatkan murid dalam kerjasama give-and-take dan menunjukkan perhatian kepada mereka. Bentuk perhatiannya seperti, beliau memanggil murid nya satu persatu untuk diajari membaca dan juga mengajukan pertanyaan dari yang dibaca murid. Sedangkan guru yang mengajar di kelas II-B mengarah ke gaya manajemen kelas otoritatif. Gaya manajemen kelas otoritatif tidak berfokus menjaga ketertiban kelas tetapi pengajaran dan pembelajaran. Sama halnya dengan guru yang otoritarian, guru otoritatif juga melibatkan murid dalam kerjasama give-and-take dan menunjukkan sikap perhatian kepada mereka. Gaya otoritatif akan lebih bermanfaat bagi murid daripada gaya otoriter atau permisif. Gaya yang otoritatif akan membantu murid menjadi pembelajar yang  aktif dan mampu mengendalikan diri.  
2.8 EVALUASI
Berdasarkan dari hasil observasi diatas, sekitar lima murid terancam tidak naik kelas karena belum mampu membaca dan menulis. Ruang kelas yang digunakan bersama secara bergantian oleh kelas II dan III menyebabkan penataan kelas yang sesuai sulit dilakukan.
Guru yang mengajar di kelas II-A ini mengarah ke gaya manajemen kelas otoritarian membuat murid dikelas II-A ini cenderung pasif dan hanya belajar menurut tuntunan guru. Mereka juga sering kali ragu untuk berdiskusi dengan teman sebelahnya. Kelebihannya ialah suasana di kelas ini tidak begitu ribut dan cukup disiplin.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dan uraian yang telah disajikan, maka berikut dikemukakan kesimpulan observasi bahwa proses pembelajaran di Kelas II-A dan II-B SD NEGERI 067690 berjalan dengan efektif dan kondusif. Hal ini dikarenakan guru selalu mempertimbangkan metode, model atau strategi yang tepat digunakan untuk suatu materi pelajaran didalam proses belajar mengajar di kelas. Sehingga peserta didik tidak merasa bosan dalam mengikuti pembelajaran. Manajemen kelas juga sudah tersusun dengan baik, baik dalam tempat duduk maupun hubungan antara siswa/i yang duduk berkelompok dalam proses belajar mengajar.

SARAN
Dari analisis observasi, kami kelompok 7 mempunyai beberapa saran untuk SD Negeri 067690 Medan Johor khusus nya yang kami lakukan di kelas II-A dan II-B. Semoga saran ini dapat bermanfaat bagi kelangsungan belajar mengajar di SD Negeri 067690 :
Sebaiknya SD lebih menciptakan lingkungan yang kondusif sehingga murid- murid nyaman dan senang dalam belajar.
Adanya hubungan baik antara guru dan wali murid.
Lebih bisa disiplin waktu dan bisa mengatur waktu yang efektif sehingga pembelajaran berjalan baik.
Pengelolaan yang baik perlu di tingkatkan agar tetap terjaga kualitas dan kuantitasnya.
Lebih melengkapi fasilitas dan sarana prasarana pembelajaran sehingga bisa memperlancar proses pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA
http://rocketmanajemen.com/manajemen-kelas/
Santrock. John W. 2007. Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Jakarta : Prenada Media Group.

Kami bersama kepala sekolah SDN 067690

Kami dengan murid kelas II A dan B

Saya bersama dengan salah satu murid kelas II  yang berkata kepada saya "kak nanti kalo kami kelas III kesini lagi ya"



Sabtu, 08 April 2017

Psikologi pendidikan : Inteligensi

Inteligensi



1. Inteligensi dalam definisi
Inteligensi bagaikan listrik, mudah diukur namun hampir mustahil utk didefinisikan
Menurut Terman : kemampuan seseorang untuk berpikir secara abstrak
Menurut Thorndike : kemampuan dalam memberikan respon yg baik dari pandangan kebenaran atau fakta
Menurut Wechsler : inteligensi sebagai totalitas kemampuan seseorang utk bertindak dengan tujuan tertentu, berpikir secara rasional, serta menghadapi lingkungan dengan efektif
Menurut Flynn : kemampuan berpikir secara abstrak dan kesiapan untuk belajar dari pengalaman
2. Pandangan umum tentang Inteligensi
Inteligensi adalah istilah yang menggambarkan kecerdasan, kepintaran ataupun memampuan untuk memecahkan problem yg dihadapi
Ciri perilaku dengan inteligen tinggi : kemampuan untuk memahami dan menyelesaikan problem mental dengan cepat, kemampuan mengingat, kreativitas tinggi dan imajinasi yang berkembang
Ciri perilaku dengan inteligen rendah : perilaku lamban, tidak cepat mengerti, kurang mampu menyelesaikan problem mental yang sederhana
Perbedaan pandangan umum dengan pandangan ahl
Menurut Pandangan Umum
Kemampuan praktis dalam pemecahan masalah
1. Nalar yang baik
2. Melihat hubungan diantara berbagai hal
3. Melihat aspek permasalahan secara menyeluruh
4. Pikiran terbuka
Kemampuan verbal
1. Berbicara dg artikulasi yang baik dan fasih
2. Berbicara lancar
3. Punya pengetahuan di bidang tertentu

Kompetensi sosial
1. Menerima orang lain seperti adanya
2. Mengakui kesalahan
3. Tertarik pada masalah sosial
4. Tepat waktu bila berjanji

Menurut Ahli
Kemampuan memecahkan masalah
1. Mampu menunjukkan pengetahuan mengenai masalah yg dihadapi
2. Mengambil keputusan tepat
3. Menyelesaikan masalah secara optimal
4. Menunjukkan pikiran jernih

Inteligensi verbal
1. Kosakata baik
2. Membaca dengan penuh pemahaman
3. Ingin tahu secara intelektual
4. Menunjukkan keingintahuan

Inteligensi praktis
1. Tahu situasi
2. Tahu cara mencapai tujuan
3. Sadar terhadap dunia sekeliling
4. Menunjukkan minat terhadap dunia luar

Keberhasilan dalam belajar
lFaktor internal
Fisik : panca indera, kondisi fisik
Psikologis
- Non Kognitif : (minat,motivasi,kepri)
- Kognitif : bakat, inteligensi

Faktor eksternal
Fisik : Kondisi tempat belajar, sarana dan perlengkapan belajar, materi belajar, kondisi lingkungan belajar
Sosial : dukungan sosial, pengaruh budaya

Faktor-faktor Inteligensi
A. William Stern (Uni Factor Theory)
Teori kapasitas umum
Inteligensi merupakan kapasitas atau kemampuan umum, cara kerja inteligensi juga bersifat umum. Kapasitas umum timbul akibat pertumbuhan fisiologis dan akibat belajar.
B. Spearman
Faktor Umum (G faktor)
Faktor khusus (S faktor)
(Two Factors Theory)
Faktor umum: yg menentukan apakah seseorang itu secara umum bodoh atau pandai
Faktor khusus: yg menentukan kepandaian seseorang dalam bidang tertentu, seperti fisika, bahasa.

C. Multi Factors Theory Oleh E.L. Thorndike
Inteligensi terdiri dari bentuk hubungan-hubungan neural antara stimulus dan respon. Hubungan neural khusus inilah yang mengarahkan tingkah laku individu.

D. Thurstone:
Faktor umum tidak ada, yg ada hanya sekelompok faktor yang diberi nama Primary Mental Abilities (7 faktor)
Pengertian verbal
Kemampuan angka
Penglihatan keruangan
Kemampuan penginderaan
Ingatan
Penalaran
Kelancaran kata

E. Thomson
Inteligensi mengandung banyak sekali faktor yg masing2 bebas dan berdiri sendiri, tapi faktor yang berfungsi pada suatu saat tertentu hanyalah sebagian kecil saja dari keselluruhan faktor yg ada.

Tes inteligensi
1. Tes individual
Tes Binet
Thn 1904: alfred Binet diminta pemerintah Perancis menyusun metode untuk identifikasi anak yg tidak mampu belajar di sekolah (bersama Theophile Simon)
Berdasarkan konsep inteligensi Stern Anak yang kurang mampu belajar di sekolah umum akan dialihkan ke sekolah khusus.
Thn 1905 : berhasil disusun Skala 1905 terdiri dari 30 item
Binet mengembangkan konsep :
Mental Age (MA)
MA : usia mental, level perkembangan mental indv yg beraitan dengan perkembangan lain
1912 : William Stern menciptakan konsep Intellegence Quotient (IQ) =IQ = MA/CA X 100
Jika usia mental sama dengan usia kronologis, IQ = 100
Usia mental dapat berbeda dengan usia kronologis
Bila usia mental di atas usia kronologis maka IQ > 100
Bila usia mental di bawah usia kronologis maka IQ < 100
Tes Binet mengalami revisi berkali2, disebut : Stanford-Binet
Tes binet untuk usia 2 tahun hingga dewasa
Thn 1985 : edisi ke 4 tes Stanford- Binet

lSkala Wechsler
Oleh David Wechsler
Memperkenalkan IQ verbal dan IQ Performance
WPPSI-R: Wechsler Preschool dan Primary Sale of Intelligence-Revised utk usia 4 – 6,5 thn
WISC-R: Wechsler Intelligence Scale for Children – Revised utk usia 6 – 16 thn
WAIS-R: Wechsler Adult Intelligence Scale – Revised

2. Tes kelompok
Lorge-Thorndike Intelligence Tests
Kuhlman-Anderson Intelligence Tests
Otis-Lennon School Mental abilities

Perbedaan
Tes Individual
-Kurang ekonomis
-Pemahaman murid akan
 lebih baik
-Dapat menyusun laporan
 individual
-Dapat mengukur tingkat
 kecemasan murid
Tes kelompok
-Lebih nyaman bagi anak
-Ekonomis
-Pemahaman murid mungkin
 terbatas
-Tidak dapat disusun
 laporan individual
-Tidak dapat mengukur
 tingkat kecemasan murid
Menginterpretasi skor tes IQ
Jauhi pandangan stereotip dan perkiraan negatif tentang murid
Jangan gunakan tes IQ sebagai ukuran utama untuk kompetensi
Berhati2 lah dalam menginterpretasikan makna dari seluruh nilai IQ

Psikologi pendidikan : Motivasi

MOTIVASI


APA ITU MOTIVASI ?
       Motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama. Motivasi murid dikelas berkaitan dengan alasan dibalik perilaku murid dan sejauh mana perilaku mereka diberi semangat, punya arah dan dipertahankan dalam jangka lama. Jika murid tidak menyelesaikan tugas karena bosan, maka dia kekurangan motivasi. Jika murid menghadapi tantangan dalam penelitian dan dia terus berjuang dan mengatasi rintangan, maka ia punya motivasi yang besar.

PERSPEKTIF TENTANG MOTIVASI
Perspektif tentang Motivasi terdiri dari empat perspektif :

1.      Perspektif Behavioral
      Menekankan pada imbalan dan hukuman eksternal adalah factor utama yang menentukan motivasi murid. Intensif adalah stimuli atau kejadian positif atau negative yang dapat memotivasi perilaku murid. Intensif ini dapat menambah minat atau kesenangan pada pelajaran, dan mengarahkan perhatian pada perilaku yang tepat dan menjauhkan mereka dari perilkau yang tidak tepat .

2.      Perspektif Humanistik
      Menekankan kapasitas pertumbuhan personal kita, kebebasan kita untuk memilih nasib, dan kualitas positif kita. Perspektif ini berkaitan dengan pandangan Abraham Maslow bahwa kebutuhan dasar tertentu harus dipuaskan dahulu sebelum memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi. Menurut Hierarki Kebutuhan Maslow, kebutuhan individual harus dipuaskan dalam urutan :
·         Fisiologis : lapar, haus, tidur
·         Keamanan : bertahan hidup, berlindung dari kejahatan
·         Cinta dan rasa memiliki : kasih sayang, perhatian dari orang lain.
·         Harga diri : menghargai diri sendiri
·         Akltualisasi diri : realisasi potensi diri. Merupakan kebutuhan tertinggi dan yang paling sulit. Aktualisasi diri adalah motivasi untuk mengembangkan potensi diri secara penuh sebagai manusia.

3.      Perspektif Kognitif
      Memfokuskan diri pada motivasi internal untuk meraih sesuatu, atribusi, keyakinan murid bahwa mereka dapat mengontrol lingkungan mereka secara efektif, dan dapat menetukan tujuan, merencanakan, dan memonitor kemajuan mereka kearah tujuan. Perspektif kognitif mirip dengan konsep motivasi kompetensi R.W.White yang mengusulkan konsep motivasi kompetensi , yakni bahwa orang temotivasi untuk menghadapi lingkungan mereka secara efektif.

4.      Perspektif Sosial
      Menekankan perlunya afiliasi. Kebutuhan afiliasi dan ketehubungan adalah motif untuk berhubungan dengan orang lain secara aman.

MOTIVASI UNTUK MERAIH SESUATU

Motivasi Ekstrinsik  adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mecapai tujuan). Contoh , murid mungkin belajar keras menhadapi ujian untuk mendapatkan nilai yang bagus.
Motivasi Intrinsik  adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Contoh , murid mungkin belajar keras menghadapi ujian karena dia senang dengan mata pelajaran yang diujikan itu. Ada dua jenis motivasi intrinsik :
·         Intrinsik dari determinasi diri dan pilihan personal
Menekankan pada determinasi diri. Dalam pandangan ini, murid percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena kemampuan mereka sendiri, bukan karena kesuksesan atau imbalan internal
·         Pengalaman optimal
Pengalaman optimal berupa perasaan senang dan bahagia yang besar.

PROSES KOGNITIF LAINNYA

1.      Atribusi. Teori atribusi menyatakan bahwa dalam usaha mereka memahami perilaku atau kinerjanya sendiri. Atribusi adalah sebab-sebab yang dianggap menimbulkan hasil.  Weiner mengidentifikasi tiga dimensi atribusi kausal :
a.      Lokus : apakah sebab-sebab itu bersifat ekternal atau internal bagi si murid
b.      Stabilitas : sejauh mana sebab-sebab itu tetap tak bisa diubah atau dapat diubah
c.       Daya kontrol : sejauh mana individu dapat mengontrol sebab tersebut
Kombinasi dari tiga dimensi ini menghasilkan penjelasan yang berbeda tentang kegagalan dan kesuksesan.
2.      Motivasi untuk menguasai. Yang berhubungan erat dengan ide tentang motivasi intrinsik dan atribusi adalah konsep motivasi penguasaan (mastery motivation). Tiga tipe orientasi prestasi :
a.      Orientasi untuk menguasai, berfokus pada tugas bukan kemampuan, dan melibatkan sikap positif dan strategi berorientasi solusi.
b.      Orientasi tak berdaya, fokus pada kelemahan personal, menghubungkan kesulitan dengan kekurangan kemampuan, dan menunjukkan sikap negatif (seperti rasa bosan dan cemas)
c.       Orientasi kinerja, lebih memperhatikan hasil dari pada proses pencapaiannya.
3.      Self-Efficacy adalah keyakinan bahwa seseorang dapat menguasai situasi dan memproduksi hasil positif. Self-Efficacy mempunyai kesamaan dengan motivasi untuk menguasai dan motivasi intrinsik. Self-Efficacy adalah keyakinan bahwa “Aku Bisa”.

MOTIVASI, HUBUNGAN, DAN KONTEKS SOSIOKULTURAL

     MOTIF SOSIAL adalah kebutuhan dan keinginan yang dipelajari melalui pengalaman dengan dunia sosial. Kebutuhan untuk afiliasi atau keterhubungan melibatkan motif untuk merasa aman dalam berhubungan dengan orang lain, yakni dengan menjalin, memelihara, dan memulihkan hubungan yang hangat dan personal.

     HUBUNGAN SOSIAL
v  Hubungan Murid dengan Orang Tua, meliputi :
·         Karakteristik demografis. Orang tua dengan pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mungkin percaya bahwa keterlibatan mereka dalam pendidikan anak adalah penting. Mereka lebih mungkin untuk berpartisipasi dalam pendidikan anak dan memberi stimuli intelektual di rumah. Prestasi murid dapat menurun apabila mereka tinggal dalam keluarga yang single parent, orang tua yang waktunya banyak dihabiskan untuk bekerja, dan tinggal dalam keluarga besar.
·         Praktik pengasuhan anak. Berikut beberapa praktik parenting positif yang dapat meningkatkan motivasi dan prestasi : (1) mengenal betul anak dan memberi tantangan dan dukungan dalam kadar yang tepat, (2) memberikan iklim emosional yang positif, (3) menjadi model perilaku yang memberi motivasi.
·         Provisasi pengalaman spesifik di rumah. Membacakan buku untuk anak prasekolah dan memberi materi bacaan dirumah akan memberi efek positif pada prestasi dan motivasi membaca anak.

v  Hubungan Murid dengan Teman Sebaya. Teman sebaya dapat mempengaruhi motivasi anak melalui perbandingan sosial, kompetensi dan motivasi sosial, belajar bersama, dan pengaruh kelompok teman sebaya.
v  Hubungan Murid dengan Guru. Murid kemungkinan besar akan berkembang menjadi manusia yang kompeten apabila mereka merasa di perhatikan, karenanya guru harus mengenal murid dengan baik.
v  Hubungan Guru dengan Orang Tua.

KONTEKS SOSIOKULTURAL
Meliputi : Status Sosioekonomi dan Etnisitas, dan Gender

Psikologi Pendidikan : Belajar

Belajar (Learning)




Belajar merupakan pengaruh yang relatif permanen atas perilaku, pengetahuan, dan keterampilan berpikir yang diperoleh melalui pengalaman. Pendekatan behavioral dan kognitif merupakan pendekatan untuk belajar.

1. Pendekatan Behavioral
     Behaviorisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa perilaku harus dijelaskan melalui pengalaman yang dapat diamati, bukan dengan proses mental. Proses mental didefinisikan oleh psikolog sebagai pikiran, perasaan, dan motif yang kita alami namun tidak bisa dilihat oleh orang lain. Pengkondisian klasik (classical conditioning) dan pengkondisian operan merupakan dua pandangan behavioral yang menekankan bahwa dua kejadian saling terkait atau disebut juga dengan pembelajaran asosiatif (associative learning).  

a. Pengkondisian Klasik (classical conditioning)
     Pengkondisian klasik adalah suatu bentuk belajar dimana stimulus netral (CS) dipasangkan dengan UCS untuk menghasilkan CR yang identik dengan UCR. Ivan Pavlov, fisiologis Rusia yang menyusun konsep pengkondisian klasik ini dengan menggunakan anjing yang saat dihadapkan dengan makanan akan mengeluarkan air liur sebagai respon. Terdapat dua hal penting yang berkaitan dengan pembentukan asosiasi yaitu : 1. Frekuensi

            2. Timing
Ada dua tipe stimuli dan dua tipe respons dalam pengkondisian klasik Pavlov
  • Unconditioned stimulus (UCS) : stimulus yang secara otomatis atau alamiah yang menghasilkan respon tanpa ada pembelajaran terlebih dahulu. Pada eksperimen Pavlov, makanan adalah UCS.
  • Unconditioned response(UCR)  respon yang tidak dipelajari yang secara otomatis dihasilkan oleh UCS. Dalam eksperimen Pavlov, air liur anjing yang merespon makanan adalah UCR.
  • Conditioned stimulus(CS)  stimulus yang sebelumnya netral akhirnya menghasilkan conditioned response setelah diasosiasikan dengan UCS. Pada eksperimen pavlov, bel merupakan CS.
  • Conditioned response(CR respon yang dipelajari, yakni respons terhadap stimulus yang terkondisikan yang muncul setelah terjadi pasangan UCS-CS.

        Pengkondisian klasik dapat berupa pengalaman negatif dan positif dalam diri anak di kelas. Pengkondisian klasik dapat terjadi dalam kecemasan menghadapi ujian. Misalnya anak gagal dalam ujian dan ditegur, dan ini menghasilkan kegelisahan; setelah itu, anak mengasosiasikan ujian dengan kecemasan, sehingga menjadi CS untuk kecemasan.


     Generalisasi dalam pengkondisian klasik adalah tendensi dari stimulus baru yang sama dengan CS yang asli untuk menghasilkan respons yang sama. Diskriminasi terjadi ketika organisme merespons stimuli tertentu tetapi tidak merespons stimuli lainnya. Pelenyapan(extinction) adalah pelemahan CR karena tidak adanya UCS. Desensitisasi sistematisadalah sebuah metode yang didasarkan pada pengkondisian klasik yang dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dengan cara membuat individu mengasosiasikan relaksasi dengan visualisasi situasi yang menimbulkan kecemasan. Hasil belajar classical conditioningdapat dihilangkan dengan teknikcounterconditioning atau menghilangkan UCS nya.

b. Pengkondisian Operan (operant conditioning)
      Pengkondisian operan ialah sebentuk pembelajaran dimana konsekuensi dari perilaku akan menyebabkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan diulangi. Tokoh utama dari pengkondisian operan ini adalah B.F. Skinner, yang pandangannya didasarkan pada pandangan E.L. Thorndike. Dalam pengkondisian ini terdapat penguatan (reinforcement) dan hukuman (punishment).

    Penguatan (reinforcement)adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi. Penguatan terbagi menjadi dua, yaitu:

  • Penguatan positif : penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding). 
  • Penguatan negatif : penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan).

   Hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku.

     Jadwal penguatan merupakan pola yang berbeda dalam hal frekuensi dan waktu pemberian penguat yang mengikuti perilaku yang diinginkan. Terdapat 4 jadwal dalam penguatan, yaitu:

  • Fixed ratio : suatu jadwal di mana penguat diberikan hanya setelah sejumlah respons dimunculkan. Contohnya anak akan diberi cokelat setiap mendapatkan tiga kali nilai A.
  • Variable ratio : jadwal di mana penguatan terjadi setelah beberapa kali respons muncul, yang mana jumlah respons yang diperlukan beragam. Contohnya anak mendapat nilai A dan dia tidak tahu kapan akan mendapat cokelat lagi setelah mendapat nilai A.
  • Fixed Interval : jadwal yang memberikan penguatan bagi suatu respons hanya jika suatu periode waktu yang tetap telah terlewati, membuat tingkat keseluruhan respons relatif rendah. Misalnya gaji yang diberikan per minggu.
  • Variable Interval : jadwal di mana waktu antara penguat berbeda dan bergerak di antara beberapa rata-rata. Contohnya dosen memberikan kuis tidak tetap jadwal, kadang sekali dalam dua minggu atau sekali dalam sebulan.

     Generalisasi dalam pengkondisian operant berarti memberikan respons yang sama terhadap stimuli yang sama.Diskriminasi berarti pembedaan di antara stimuli dan kejadian lingkungan. Pelenyapan (extinction) terjadi ketika respons penguat sebelumnya tidak lagi diperkuat dan responsnya menurun.

2. Pendekatan Kognitif

        Pendekatan kognitif terdiri dari empat pendekatan utama untuk pembelajaran yaitu:

  • Pendekatan kognitif sosial menekankan bagaimana faktor perilaku, lingkungan dan orang (kognitif) saling berinteraksi mempengaruhi proses pembelajaran. Tokoh dari teori ini adalah Albert Bandura yang menekankan pada self-efficacy yaitu keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai situasi dan menghasilkan hasil positif.

  • Pemrosesan informasi kognitif : menitikberatkan pada bagaimana anak memproses informasi melalui perhatian, ingatan, pemikiran dan proses kognitif lainnya.

  • Konstruktivis kognitif :menekankan konstruksi kognitif terhadap pengetahuan dan pemahaman, diperkenalkan dalam teori Piaget.

  • Konstruktivis sosial :memfokuskan pada kolaborasi dengan orang lain untuk menghasilkan  pengetahuan dan pemahaman, diperkenalkan dalam bentuk teori Vygotsky.
 
Dian Pratiwi Blogger Template by Ipietoon Blogger Template